Opini

1114

LITERASI PEMILU UNTUK DEMOKRASI

Oleh : Zulkarnain Hasanuddin, SE (Anggota KPU Kab. Majene) Sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat pemilu dan pemilihan (Pemilihan Umum & Pilkada). Sejatinya bukan hanya soal banyaknya pemilih (kuantitas) atau angka partisipasi yang tinggi, tetapi lebih penting juga berjalan dalam suasana yang kompetitif yakni jujur, adil, transparan dan akuntabel (kualitas) serta dapat menghasilkan pilihan-pilihan politik yang menghasilkan pemimpin politik yang berkualitas dan berintegritas. Dengan kata lain pemilu & pemilihan bukan hanya menghasilkan angka partisipasi yang tinggi tetapi juga menghasilkan mutu partisipasi yang berkualitas. Tentu ini dibutuhkan sebuah pra kondisi yang salah satunya adalah terus mendaras dan memahami (literasi) hakikat Pemilu  Untuk masa depan demokrasi   Jika demokrasi sesuai dengan makna harfiahnya difahami sebagai ‘rakyat yang berdaulat (Demos = Rakyat, Cratie = kekuasaan/kedaulatan  baik dalam sistem pemerintahan maka aspek yang paling penting dan niscaya adalah partisipasi masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan politik dalam kehidupan politik. Kualitas demokrasi tentunya tidak hanya melihat partisipasi warga secara parsial yakni hanya dalam menyalurkan hak pilihnya (voters) pada setiap pemilihan, tetapi jauh lebih penting adalah masyarakat mampu melakukan evaluasi dan terlibat secara aktif dengan nalar kritisnya untuk berkontribusi pada perjalanan kepemimpinan politik baik saat pemilihan dilaksanakan maupun pasca pemilihan untuk menghasilkan demokrasi yang baik. Literasi pemilu dan pemilihan sebagai pengetahuan awal bagi warga adalah hal yang penting, karena dari situlah titik awal warga akan menyalurkan kedaulatannya untuk memilih pemimpin eksekutif dan legislative.sehingga warga membutuhkan stok argumentasi untuk dapat melakukan evaluasi program para kandidat mana yang punya kapasitas dan integritas untuk kemudian warga menyalurkan suaranya. Lebih jauh harapan dalam literasi adalah partisipasi masyarakat yakni adanya  kesadaran untuk ingin tahu dan tidak apatis terhadap diskursus-diskursus politik dan demokrasi baik yang dilaksanakan. Oleh penyelenggara pemilu, pemerintah maupun partai-partai politik, agar terbagun paradigma dan referensi untuk mengawasi dan sekaligus memastikan bahwa proses dan pelaksanaan demokrasi sesuai dengan hakikatnya. Samuel Huntington dan Joam Nelson (1977) menyebutkan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi  untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Literasi politik sebagai metode pendidikan politik warga dengan pendekatan kearifan lokal (local wisdom) akan mempermudah interaksi antara warga (pemilih) dengan elemen penyelenggara sehingga proses transformasi informasi dan proses knowladge sharing akan berjalan efektif untuk peningkatan kualitas pemahaman warga tentang pemilu dan politik. Serta pola literasi ini juga akan mengkonsolidasi seluruh segmen/basis pemilih, karakter pemilih yang beragam juga baik keilmuan, sosial maupun ekonomi warga sehingga warga tidak menganggap seperti dalam ruang dan proses formalistik, maka proses literasi akan mengadaptasi hal tersebut diatas. Dalam literasi pemilu ini pola dan metode tentu sangat mempengaruhi dan menentukan partsipasi warga untuk terlibat aktif, sehingga dibutuhkan metode literasi yang lebih humanis yang berbasis kearifan lokal (lokal wisdom), sehingga tidak menjarak antara warga dan fasilitator dan knowlage sharing mudah dan diserap dengan baik oleh warga. Education Develompent Center (EDC) menyatakan literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis. Dalam perkembangannya, definisi literasi selalu berevolusi sesuai dengan tantangan zaman. Jika dulu definisi literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Saat ini, istilah literasi sudah mulai digunakan dalam arti yang lebih luas. Hakikat ber-literasi secara kritis dalam masyarakat demokratis diringkas dalam lima verba: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks. Kesemuanya merujuk pada kompetensi atau kemampuan yang lebih dari sekedar kemampuan membaca dan menulis. Literasi menarik untuk dijadikan sebagai model pedidikan politik bagi seluruh segmen pemilih sebagai cara untuk memastikan pemahaman terhadap politik secara sistematis dan dapat di implementasikan dalam kehidupan berdemokrasi.  Terkait performance pemilih (Affan Gaffar) yang memetakan dua tipologi pemilih dalam pemilu, (1) kecenderungan munculnya pemilih patronase yaitu pemilih yang mendasarkan pilihannya pada ketokohan dan figur tertentu yang dianggap dapat mencitrakat dirinya sebagai pemimpin, (2) munculnya fenomena pemilih yang tidak memiliki rasionalitas dan hanya menjadi pemilih atau followers yang mengikuti suara-suara mayoritas. Secara hipotesis pemilih yang irrasional atau pemilih yang buta politik (political illiteracy) memberikan dampat terhadap pelaksanaan dan hasil pemilu & pemilihan yang tidak berkualitas. Pemilu yang diwarnai praktek-praktek transaksional seperti money politic, mobilisasi sehingga menghasilkan para kandidat baik eksekutif maupun legislatif yang tidak kompeten dan tidak berintegritas. Berangkat dari soal atau pemikiran ini tentunya dibutuhkan sebuah desain sosialisasi dan pendidikan politik untuk menumbuhkan dan memperkuat nalar kritis untuk menghasilkan pemilih yang cerdas dan berdaulat.


Selengkapnya
848

DESA MELEK POLITIK MENYONGSONG PEMILIHAN SERENTAK TAHUN 2024

Oleh : Zulkarnain Hasanuddin  ( Anggota KPU Kab. Majene ) Desa dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2014 adalah Kesatuan Masyarakat Hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat dan hak asal usul. Maka dari defenisi ini, desa menjadi wilayah strategis dalam proses pengembangan masyarakat dalam menata kehidupan demokrasi sebagai guiden untuk menghasilkan pemerintahan desa maupun pemimpin ekseskutif dan legislatif demi terwujudnya harapan menuju masyarakat yang sejahtera.   Desain Desa Melek Politik Undang – Undang No 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum dan Undang-Undang No 10 Tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, wakil gubernur, walikota, dan wakil walikota, bupati dan wakil bupati, dimana dalam perjalanannya kedua undang-undang diatas dilaksanakan secara terpisah dalam implementasinya. Misalnya Pemilu tahun 2019 dan pemilihan tahun 2020. Dan pada Pemilu 2024 keduanya akan dipadukan secara paralel dengan tahapannya masing-masing dimana dalam Pemilu dan Pemilihan yang akan datang  akan dilaksanakan secara bersamaan / serentak pada tahun 2024 dalam tahun yang sama, namun bulan yang berbeda. Pemilihan serentak 2024 sebagai hal yang baru dalam pelaksanaan tahapan pemilu dan pemilihan tentu akan memberikan dampak pada pemilih/masyarakat terkait kebaruan yang ada, sehimgga dari dini jajaran penyelenggara dalam hal ini KPU mempersiapkan dengan baik dan matang semua tahapan agar kualitas demokrasi pada Pemilu dan pemilihan tetap terjaga dan berkualitas. Beberapa waktu yang lalu KPU RI telah mendesain sebuah program Desa Peduli dan Desa melek politik, karena penyelenggara menyadari persis bahwa masyarakat desa sebagai salah satu potensi pemilih yang besar dan tentunya punya peran yang sangat strategis dalam pelaksanaan dan kelangsungan demokrasi di indonesia.    Hal lain dalam memastikan kualitas Pemilu dan  pemilihan  adalah hadirnya penyelenggara di wilayah desa untuk memberikan penguatan secara  struktural dan kultural dalam pendidikan politik agar masyarakat desa dapat melek dan berpartispasi dengan baik dan cerdas dalam setiap hajatan demokrasi yang dilaksanakan sebagai upaya penguatan  demokrasi desa sebagai wilayah yang paling dekat dengan pemilih / rakyat. penguatan demokrasi desa sangatlah dibutuhkan dimana kurang lebih 74.991 desa di Indonesia dimana di desa beragam segmen dan basis pemilih tentu punya kontribusi besar dalam suksesnya pemilu dan pemilihan tahun 2024 nantinya.   Konteks Lokal Majene Demokrasi dalam kehidupan masyarakat desa disimbolkan dengan musyawarah dalam pengambilan keputusan sebagai dasar pembangunan.dan salah satu yang menjadi strong point dalam keterlibatan masyarakat desa dalam pemilu dan pemilihan adalah peningkatan kapasitas politik, agar masyarakat desa sadar tentang hak dan kewajibannya dalam kelangsungan demokrasi di Indonesia Partisipasi politik warga adalah sebuah keniscayaan yang mestinya dipastikan tersalurkan dengan benar dan atas dasar evaluasi dan keyakinannya sendiri untuk kelangsungan demokrasi yang kuat, tanpa adanya paksaaan apalagi intimidasi untuk menentukan pilihannya. Dari hal inilah, penyelenggara akan menjadi penyuplai informasi sekaligus menjadi fasilitator untuk memudahkan masyarakat desa dalam mengetahui dan mengakses seluruh informasi kepemiluan dan pemilihan sebagai guiden bagi masyarakat dalam menata kehiduipan politik di wilayahnya masing-masing sehingga menghasilkan masyarakat sebagai pemilih yang cerdas dan bermartabat.  Pengalaman pemilu dan pemilihan yang telah terlaksana di Kabupaten Majene menunjukkan antusiaisme warga berpartisipasi dalam setiap tahapan pemilihan. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka partisipasi warga dalam dua event pesta demokrasi yang terjadi di Majene, baik pada pemilu tahun 2019 lalu dan pemilihan serentak tahun 2020. Angka menunjukkan tingginya partisipasi warga Majene dalam memilih, misalnya pada Pemilihan Umum Tahun 2019 lalu angka partisipasi warga mencapai 90 persen, dan pada pemilihan serentak tahun 2020 angka partisipasi warga sebesar 88,90 persen. Dengan tingginya angka partisipasi tersebut diatas, juga tentu menyimpan PR bersama bagi kita bahwa, kuantitas dan kualitas demokrasi dan pemilu/pemilihan kita harus berjalan secara seimbang. Apalagi berdasarkan laporan The Economist Intelligence Unit (EIU) mengenai Indeks Demokrasi di Indonesia turun dari skor 6,48 di tahun 2019 menjadi 6,3 di tahun 2020. Skor 6,3 ini adalah angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun 14 tahun terakhir. Adapun 5 (lima) indikator dalam menentukan indeks demorasi tersebut adalah proses pemilu dan pluralisme, fungsi dan kinerja pemerintah, partisipasi politik, budaya politik, serta kebebasan sipil. Program Desa Peduli Pemilu/Pemilihan nantinya diharapkan menjadi salah satu upaya KPU meningkatkan kualitas demokrasi Pada Pemilu dan Pemilihan kita melalui tingkat paling bawah (grass root). Dimana upaya ini para akhirnya akan mendorong kesadaran bagi warga agar tidak terjebak dalam pragmatisme politik dan mendorong demokrasi dan Pemilu & Pemilihan sebagai kesadaran bersama bagi warga menenutukan masa depannya menyongsong Pemilihan Serentak tahun 2024 yang akan datang. (*)


Selengkapnya